Rabu, 16 Maret 2016

posisi meneran



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir atau tepatnya beberapa bulan terakhir kita sering mendengar tentang evidence based. Evidence based artinya berdasarkan bukti, tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti dan bukti ini pun tidak sekedar bukti. Tapi bukti ilmiah terkini yang bisa dipertanggungjawabkan.
Hal ini terjadi karena ilmu kedokteran dan kebidanan berkembang sangat pesat. Temuan dan hipotesis yang diajukan pada waktu yang lalu secara cepat digantikan dengan temuan yang baru yang segera menggugurkan teori yang sebelumnya. Sementara hipotesis yang diujikan sebelumnya bisa saja segera ditinggalkan karena muncul pengujian – pengujian hipotesis baru yang lebih sempurna. Misalnya saja pada dunia kebidanan adalah jika sebelumnya diyakini bahwa posisi meneran secara telentang/litotomi merupakan  posisi yang biasanya atau rutin dipakai pada saat proses persalinan, namun saat ini hal tersebut telah digugurkan oleh temuan yang menunjukkan bahwa meneran dengan posisi telentang/litotomi dapat mengakibatkan sindrome supine dan kurangnya oksigenisasi pada bayi yang menyebabkan hipoksia.
Itulah evidence based, melalui paradigma baru ini maka pedekatan medik barulah dianggap accountable apabila didasarkan pada temuan terkini yang secara medic, ilmiah dan metodologi dapat diterima.
Atau dengan kata lain Evidence Based Midwifery atau yang lebih dikenal dengan EBM adalah penggunaan mutakhir terbaik yang ada secara bersungguh sungguh, eksplisit dan bijaksana untuk pengambilan keputusan dalam penanganan pasien perseorangan (Sackett et al,1997). Evidenced Based Midwifery (EBM) ini sangat penting peranannya pada dunia kebidanan karena dengan adanya EBM maka dapat mencegah tindakan – tindakan yang tidak diperlukan/tidak bermanfaat bahkan merugikan bagi pasien,terutama pada proses persalinan yang diharapkan berjalan dengan lancar dan aman sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
B.  Tujuan
Untuk mengetahui perkembangan ilmu yang terbaru tentang Posisi Meneran saat Persalinan.
C.  Manfaat
1.    Bagi Mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan kebidanan.
2.    Bagi Institusi
Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk posisi meneran saat persalinan dan sebagai pelengkap buku diperpustakaan.




BAB II
TINJAUAN TEORI

A.  Pengertian
Menurut Syafrudin (2012) posisi dalam persalinan adalah posisi yang digunakan untuk persalinan yang dapat mengurangi rasa sakit pada saat bersalin dan dapat mempercepat proses persalinan.
Persalinan dan kelahiran merupakan suatu peristiwa yang normal, tanpa disadari dan mau tidak mau harus berlangsung. Untuk membantu ibu agar tetap tenang dan rileks sedapata mungkin bidan tidak boleh memaksakan pemilihan posisi yang diinginkan oleh ibu dalam persalinannya. Sebaliknya, peranan bidan adalah untuk mendukung ibu dalam pemilihan posisi apapun yang dipilihnya, menyarankan alternative-alternatif hanya apabila tindakan ibu tidak efektif atau membahayakan bagi dirinya sedndiri atau bagi bayinya. Bila ada anggota keluarga yang hadir untuk melayani sebagai pendamping ibu, maka bidan bisa menawarkan dukungan pada orang yang mendukung ibu tersebut.
       Bidan memberitahu ibu bahwa ia tidak perlu terlentang terus menerus dalam masa persalinannya. Jika ibu sudah semakin putus asa dan merasa tidak nyaman, bidan bisa mengambil tindakan-tindakan yang positif untuk merubah kebiasaan atau merubah setting tempat yang sudah ditentukan 9seperti misalnya menyarankan agar ibu berdiri atau berjalan-jalan). Bidan harus memberikan suasana yang nyaman dan tidak menunjukkan ekspresi yang terburu-buru, sambil memberikan kepastian yang menyenangkan serta pujian lainnya.   
       Saat bidan memberikan dukungan fisik dan emosional dalam persalinan, atau membantu keluarga untuk memberikan dukungan persalinan, bidan tersebut harus melakukan semuanya itu dengan cara yang bersifat sayang ibu meliputi;
1.    Aman, sesuai evidence based, dan member sumbangan pada keselamatan jiwa ibu.
2.    Memungkinkan ibu merasa nyaman, aman, secara emosional serta merasa didukung dan didengarkan.
3.    Menghormati praktek-praktek budaya, keyakinan agama, dan ibu/keluarganya sebagai pengambil keputusan
4.    Menggunakan cara pengobatan yang sederhanan sebelum memakai teknologi canggih.
5.    Memastikan bahwa informasi  yang diberikan adekuat serta dapat dipahami ibu.
B.  Tujuan dan Keuntungan
1.    Tujuan
Tujuan dari posisi meneran adalah sebagai berikut:
a.    Memberikan kenyamanan dalam proses persalinan
b.    Mempermudah atau memperlancar proses persalinan dan kelahiran bayi
c.    Mempercepat kemajuan persalinan
2.    Keuntungan
Keuntungan dan manfaat posisi meneran bagi ibu bersalin dan bayi
a.    Mengurangi rasa  sakit dan ketidaknyamanan
b.    Lama kala II lebih pendek
c.    Laserasi perineum lebih sedikit
d.   Menghindari persalinan yang harus ditolong dengan tindakan
e.    Nilai APGAR lebih baik







C.  Posisi yang Dianjurkan
Adapun posisi yang dianjurkan pada proses persalinan menurut Asri Hidayat, dkk (2010) antara lain :
1.    Setengah duduk atau duduk

Posisi setengah duduk juga posisi melahirkan yang umum diterapkan di berbagai rumah sakit atau klinik bersalin di Indonesia. Posisi ini mengharuskan ibu duduk dengan punggung bersandar bantal, kaki ditekuk dan paha dibuka ke arah samping.
Keuntungan : Posisi ini membuat ibu merasa nyaman karena membantu ibu untuk beristirahat diantara kontarksi jika merasa lelah, alur jalan lahir yang perlu ditempuh untuk bisa keluar lebih pendek, suplai oksigen dari ibu ke janin berlangsung optimal, dan gaya grafitasi membantu ibu melahirkan bayinya.
Kekurangan : Posisi ini bisa menyebabkan keluhan pegal di punggung dan kelelahan, apalagi kalau proses persalinannya lama.




2.    Lateral (miring)

Posisi ini mengharuskan ibu berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Salah satu kaki diangkat sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Biasa dilakukan bila posisi kepala bayi belum tepat. Normalnya posisi ubun-ubun bayi berada di depan jalan lahir, menjadi tidak normal bila posisi ubun-ubun berada di belakang atau samping. Miring ke kiri atau ke kanan tergantung posisi ubun-ubun bayi. Jika di kanan, ibu diminta miring ke kanan dengan harapan bayinya akan memutar. Posisi ini juga bisa digunakan bila persalinan berlangsung lama dan ibu sudah kelelahan dengan posisi lainnya.
Keuntungan : Peredaran darah balik ibu mengalir lancar, pengiriman oksigen dalam darah ibu ke janin melalui plasenta tidak terganggu, karena tidak terlalu menekan, proses pembukaan berlangsung perlahan-lahan sehingga persalinan relatif lebih nyaman, dan dapat mencegah terjadinya laserasi.
Kekurangan : Posisi ini membuat dokter atau bidan sedikit kesulitan membantu proses persalinan, kepala bayi lebih sulit dipegang atau diarahkan, bila harus melakukan episiotomi pun posisinya lebih sulit.




3.    Berdiri atau jongkok




Keuntungan : Posisi ini menguntungkan karena pengaruh gravitasi tubuh, ibu tak harus bersusah-payah mengejan, bayi akan keluar lewat jalan lahir dengan sendirinya (membantu mempercepat kemajuan kala dua), memudahkan dalam pengosongan kandung kemih, dan mengurangi rasa nyeri. Pada posisi jongkok berdasarkan bukti radiologis dapat menyebabkan terjadinya peregangan bagian bawah simfisis pubis akibat berat badan sehingga mengakibatkan 28% terjadinya perluasan pintu panggul.
Kekurangan : Bila tidak disiapkan dengan baik, posisi ini sangat berpeluang membuat kepala bayi cedera, sebab bayi bisa “meluncur” dengan cepat. Supaya hal ini tidak terjadi, biasanya sudah disiapkan bantalan yang empuk dan steril untuk menahan kepala dan tubuh bayi. Dokter atau bidan pun sedikit kesulitan bila harus membantu persalinan melalui episiotomi atau memantau perkembangan pembukaan.




4.    Merangkak


Posisi meragkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada punggung. Keuntungan : ibu merasa lebih nyaman dan efektif untuk meneran, mempermudah janin dalam melakukan rotasi, membantu ibu mengurangi nyeri punggung, dan peregangan pada perinium berkurang.
5.    Menungging
Keuntungan : Mendorong kepala bayi keluar dari panggul selama kontraksi , kadang – kadang dianjurkan pada persalinan dini jika kontraksi sering terjadi dan untuk mengurangi nyeri pinggang , serta mengurangi tekenan pada leher rahim yang bengkak.
6.    Berjalan-jalan
Posisi ini hanya dapat dilakukan bila ketuban belum pecah dan bila ibunya masih mampu untuk melakukannya. Posisi ini dapat menyebabkan ibu cepat menjadi lelah.
Keuntungan :  Menyebabkan terjadinya perubah sendi panggul , dapat mmempercepat turunnya kepala janin.
D.  Posisi yang Tidak Dianjurkan
Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya di anjurkan untuk mulai mengatur posisi telentang / litotomi. Tetapi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata posisi telentang ini tidak boleh dilakukan lagi secara rutin pada proses persalinan, hal ini dikarenankan :
1.    Dapat menyebabkan Sindrome supine hypotensi karena tekanan pada vena kava inferior oleh kavum uteri, yang mengakibatkan ibu pingsan dan hilangnya oksigen bagi bayi
2.    Dapat menambah rasa sakit
3.    Bisa memperlama  proses persalinan
4.    Lebih sulit bagi ibu untuk melakukan pernafasan
5.    Membuat buang air lebih sulit
6.    Membatasi pergerakan ibu
7.    Bisa membuat ibu merasa tidak berdaya
8.    Bisa membuat kemungkinan terjadinya laserasi pada perineum
9.    Bisa menimbulkan kerusakan syaraf pada kaki dan punggung.
E.  Tindakan Bidan Sebelum Menolong Persalinan         
Sebelum bidan menolong persalinan sebaiknya melakukan hal – hal sebagai berikut
1.    Menjelaskan kepada ibu bersalin dan pendamping tentang kekurangan dan kelebihan berbagai posisi pada saat persalinan.
2.    Memberikan kesempatan pada ibu memilih sendiri posisi yang dirasakan nyaman.
3.    Membicarakan tentang posisi-posisi pada ibu semasa kunjungan kehamilan.
4.    Memperagakan tekhnik dan metode berbagai posisi kepada ibu sebelum memasuki kala II.
5.    Mendukung ibu tentang posisi yang dipilihnya.
6.    Mengajak semua petugas untuk meninggalkan posisi litotomi.
7.    Menyediakan meja bersalin/tempat tidur yang memberi kebebasan menggunakan berbagai posisi dan mudah dibersihkan.




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Evidence based intranatal artinya berdasarkan bukti, tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti. Tapi bukti ilmiah terkini yang bisa di pertanggungjawabkan dalam proses persalinan. Dengan evidence based midwifevery (EBM) sangat bermanfaat bagi bidan dalam pengambilan keputusan pasien secara bijak. Salah satu EBM dalam persalinan yang terkini contohnya posisi meneran, terdahulu posisi meneran secara telentang/litotomi rutin dilakukan dalam persalinan, namun setelah adanya penelitian posisi tersebut ternyata kurang baik bagi ibu dan bayi, sehingga pemilihan posisi lain menjadi alternatif yang lebih baik karena menguntungkan ibu dan bayi.
B.  Saran
Bidan sebagai tenaga medis terlatih yang ditempatkan ditengah masyarakat seyogyanya bertindak konservatif artinya tidak terlalu banyak intervensi. Selain itu diharapkan bidan mengikuti perkembangan yang ada, sehingga bidan dapat memberikan asuhan sesuai dengan perkembangan yang ada dan bidan dapat melakukan asuhan sayang ibu saat persalinan.


DAFTAR PUSTAKA
Sumarah dkk. 2009. Perawatan  Ibu Bersalin. Fitramaya : Yogyakarta
            Saifuddin Abdul Bari, Trijatmo Rachimhadhi, Gulardi H. Wiknjosastro.     Jakarta : Bina pustaka sarwono prawirohardjo; 2012.
            Asri Hidayat & sujiyatini.2010.Asuhan kebidanan persalinan. Yogyakarta . NuhaMedika.

Manajemen konflik



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
            Sepanjang kehidupan  manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik baik itu secara individu maupun organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi, setiap anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik entah itu konflik antar individu, konflik antar kelompok atau yang lain. Di dalam organisasai perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan konflik (destruktif). Dalam paradigma lama banyak orang percaya bahwa konflik akan menghambat organisasi berkembang. Namun dalam paradigma baru ada pandangan yang berbeda. Konflik memang bisa menghambat, jika tidak dikelola dengan baik, namun jika dikelola dengan baik konflik bisa menjadi pemicu berkembangnya organisasi menjadi lebih produktif.
           Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi.
            Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik, termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa definisi manajemen konflik?
2.      Aspek-aspek dalam manajemen konflik.
3.      Pengelolaan konflik.
4.      Metode dan langkah-langkah yang digunakan untuk menangani konflik.
5.      Aplikasi manajemen konflik.
C.     TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini,adalah:
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Manajemen.
2.      Sebagai media pembelajaran mengenai Manajemen Konflik.
3.      Mengetahui konsep manajemen konflik, yang meliputi definisi konflik, aspek-asfek dan factor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik, mode dan langkah untuk menangani konflik dan penerapan manajemen konflik.




















BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFINISI MANAJEMEN KONFLIK
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan interpretasi.
1.      Definisi Manajemen
a.       R Terry
Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.
b.      James F Stoner
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan rganisasi yang telah ditetapkan.
2.      Definisi Konflik
Ada beberapa pendapat mengenai manajemen konflik diantaranya :
a.       Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
b.       Menurut Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. dan proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Konflik adalah suatu cara atau  proses mengambil langkah-langkah oleh para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil yang positif dengan melakukan pendekatan, komunikasi dan evaluasi untuk mendapatkan penyempurnaan untuk mendukung tujuan yang telah ditetapkan.

B.     ASPEK-ASPEK DALAM MANAJEMEN KONFLIK
             Dalam Manajemen konflik ada 2 aspek yang bisa muncul yaitu aspek positif dan aspek negatif.
1.      Aspek Positif
           Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
a.       Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka
b.      Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
c.       Menumbuhkan semangat baru pada staf.
d.      Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
e.       Menghasilkan distribusi sumber tenaga  yang lebih merata  dalam organisasi.
2.      Aspek Negatif
         Apabila konflik mengarah pada hal negatif dan kondisi destruktif baik untuk perorangan maupun kelompok, maka hal ini dapat berdampak :
a.       Penurunan efektivitas kerja;
b.      Adanya penolakan;
c.       Resistensi terhadap perubahan;
d.      Apatis,
e.       Acuh tak acuh,
f.       Bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

Konflik bisa di sebabkan oleh beberapa hal yang mengakibatkan ke dua aspek (posif/negatif) tersebut bisa terjadi, diantaranya :
1)      Batasan pekerjaan yang tidak jelas
2)      Hambatan komunikasi
3)      Tekanan waktu
4)      Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
5)      Pertikaian antar pribadi
6)      Perbedaan status
7)       Harapan yang tidak terwujud

C.     PENGELOLAAN KONFLIK
            Sepanjang kehidupan  manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik baik itu secara individu maupun organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi, setiap anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik. Agar konflik tidak jadi berlarut-larut maka konflik dapat dicegah atau dikelola dengan :
1.      Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
2.      Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
3.      Komunikasi
Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
4.      Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
Dalam mengelola konflik tidak bisa begitu saja tapi di perlukan teknik atau keahlian untuk mengelola konflik seperti pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :
1.      Konflik itu sendiri
2.      Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
3.      Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
4.      Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
5.      Ketersediaan waktu dan tenaga

D.    METODE PENANGAN KONFLIK
Dalam menyelesaikan konflik kita membutuhkan beberapa metode. Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah :
1.      Mengurangi konflik;
Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.
2.      Menyelesaikan konflik.
Cara dengan metode penyelesaian konflik  yang ditempuh adalah sebagai berikut :
a.       Dominasi (Penekanan)
Metode-metode dominasi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu
1)       Mereka menekan konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah tanah”;
2)       Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah karena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul.


Tindakan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam cara sebagai berikut
1)       Memaksa (Forcing)
Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
2)       Membujuk (Smoothing)
Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
3)       Menghindari (Avoidence)
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar datang pada seorang manajer untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”.
4)       Keinginan Mayoritas (Majority Rule)
Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.
b.      Penyelesaian secara integrative
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.

Menurut  (Winardi, 1994 : 84- 89) ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integrative yaitu metode :
1)      Consensus (concencus);
2)      Konfrontasi (Confrontation);
3)      Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals)
c.       Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
Win-Lose Orientation terdiri dari lima orientasi sebagai berikut:
1)         Win-Lose (Menang – Kalah)
Paradigma ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini seseorang cenderung menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia diliputi rasa bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan orang lain. Pihak yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan.

Sikap Menang-Kalah dapat muncul dalam bentuk
a)         Menggunakan orang lain , baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan diri.
b)         Mencoba untuk berada di atas orang lain.
c)         Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri nampak baik.
d)        Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain.
e)         Iri dan dengki ketika orang lain berhasil
2)          Lose-Win (Kalah – Menang
Dalam gaya ini seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia cenderung cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka mencari kekuatan dari popularitas atau penerimaan. Karena paradigma ini lebih mementingkan popularitas dan penerimaan maka menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak perasaan yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran darah yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam.
3)          Lose-Lose (Kalah – Kalah)
Biasanya terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena keduanya tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah sama saja dengan bunuh diri.
4)          Win (Menang)
Orang bermentalitas menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting adalah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang menjadi egois dan akan mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola hidupnya maka ia tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit kerja sama dalam tim.
5)          Win-Win (Menang-Menang)
Menang-Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan semua pihak merasa senang dan puas dengan pemecahan masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma ini memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan. Paradigma ini akan menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan kerja sama kreatif.
d.      Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik. Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik.
Yang termasuk kompromi diantaranya adalah:
1)         Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
2)         Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.

e.       Konflik Antara Karyawan dengan Pimpinan
Konflik jenis ini relatif sulit karena sering tidak dinyatakan secara terbuka. Umumnya karyawan pihak karyawan lebih cenderung untuk diam, meskipun mengalami pertentangan dengan pihak atasan. Yang penting bagi suatu organisasi adalah agar setiap konflik hendaknya bisa diselesaikan dengan baik. Kebanyakan suatu konflik menjadi makin berat karena lama terpendam. Karena itulah penting bagi suatu organisasi “menemukan” konflik atau sumbernya sedini mungkin. Cara yang ditempuh adalah dengan menggalakkan saluran komunikasi ke atas ( up ward channel of communication ). Menurut Heidjrachman Ranupandojo ada beberapa cara yang bisa dipakai untuk menemukan konflik atau sumbernya, yaitu:
1)       Membuat prosedur penyelesaian konflik (grievance procedure)
Dengan adanya “grievance procedure” ini memberanikan karyawan untuk mengadu kalau dirasakan adanya ketidak adilan. Keberanian untuk segera memberitahukan masalah, merupakan suatu keuntungan bagi organisasi/perusahaan.
2)       Observasi langsung
Tidak semua konflik disuarakan oleh karyawan. Oleh karena itu ketajaman observasi dari pimpinan akan dapat mendeteksi ada tidaknya suatu (sumber) konflik, sehingga dapat segera ditangani sebelum mengalami eskalasi.
3)       Kotak saran (suggestion box)
Cara semacam ini banyak digunakan oleh perusahaan atau lembaga-lembaga lain. Cara ini cukup efektif karena para karyawan ataupun para pengadu tidak perlu bertatap muka dengan pimpinan. Bahkan bisa merahasiakan identitasnya. Namun, lembaga juga harus hati-hati karena adanya kemungkinan adanya “fitnah” dari kotak saran tersebut.
4)       Politik pintu terbuka
Politik pintu terbuka memang sering diumumkan, tetapi hasilnya sering tidak memuaskan. Hal ini sering terjadi karena pihak pimpinan tidak sungguh-sungguh dalam “membuka” pintunya. Paling tidak ini dirasakan oleh karyawan. Juga adanya keseganan dari pihak karyawan sering menjadi penghalang terhadap keberhasilan cara semacam ini.
5)       Mengangkat konsultan personalia
Konsultan personalia pada umumnya seorang ahli dalam bidang psikologi dan biasanya merupakan staf dari bagian personalia. Kadang-kaang karyawan segan pergi menemui atasannya, tetapi bisa menceritakan kesulitannya pada konsultan psikologi ini.
6)       Mengangkat “ombudsman”
Ombudsman adalah orang yang bertugas membantu “mendengarkan” kesulitan-kesulitan yang ada atau dialami oleh karyawan untuk diberitahukan kepada pimpinan. Ombudsman biasanya adalah orang yang disegani karena kejujuran dan keadilannya.




E.     LANGKAH-LANGKAH MENANGANI KONFLIK
Langkah-langkah manajemen untuk menangani konflik diataranya:
1.      Menerima dan mendefinisikan pokok masalah yang menimbulkan ketidak puasan.
            Langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang sebenarnya akan menimbulkan kekeliruan pula dalam merumuskan cara pemecahannya.
2.      Mengumpulkan keterangan/fakta
           Fakta yang dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi juga harus dihindari tercampurnya dengan opini atau pendapat. Opini atau pendapat sudah dimasuki unsur subyektif. Oleh karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan denganm hati-hati.
3.      Menganalisis dan memutuskan
          Dengan diketahuinya masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi terhadap keadaan. Sering kali dari hasil analisa bisa mendapatkan berbagai alternatif pemecahan.
4.      Memberikan jawaban
          Meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan, keputusan ini haruslah dibertahukan kepada anggota organisasi.
5.      Tindak lanjut
          Langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan yang telah diperbuat.
6.      Pendisiplinan
            Konflik dalam organisasi apabila tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan tindakan pelecehan terhadap aturan main yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu pelecehan ataupun pelanggaran terhadap peraturan permainan (peraturan organisasi) haruslah dikenai tindakan pendisiplinan agar peraturan tersebut memiliki wibawa.
            Tindakan pendisiplinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendisiplinan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang positif adalah dengan memberi nasihat untuk kebaikan pada masa yang akan datang, sedangkan cara-cara yang negatif mulai dari yang ringan sampai yang berat, antara lain dengan :
a.       diberi peringatan secara lesan
b.      diberi peringatan secara tertulis
c.       dihilangkan/dikurangi sebagian haknya
d.      didenda
e.       dirumahkan sementara ( lay-off )
f.       diturunkan pangkat/jabatannya
g.      diberhentikan dengan hormat
h.      diberhentikan tidak dengan hormat

Menurut Heidjarachman Ranupandojo pendisiplinan perlu memperhatikan beberapa pedoman, seperti :
1.      Pendisiplinan hendaknya dilakukan secara pribadi/individual. Tidak seharusnya memberikan teguran kepada bawahan di hadapan orang banyak. Hal ini akan memalukan bawahan yang ditegur (meskipun mungkin benar bersalah), sehingga bisa menimbulkan rasa dendam.
2.      Pendisiplinan haruslah bersifat membangun. Memberikan teguran hendaknya juga disertai dengan saran tentang bagaimana seharusnya berbuat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk waktu yang akan datang.
3.      Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan segera. Jangan menunda-nunda pemberian pendisiplinan sampai masalahnya terlupakan. Sewaktu kesalahan masih segar teguran akan lebih efektif daripada diberikan selang beberapa waktu.
4.      Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan. Suatu kesalahan yang sama hendaknya diberikan hukuman yang sama pula. Jangan melakukan pendisiplinan dengan pilih kasih.
5.      Pimpinan tidak seharusnya memberikan pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen.
6.      Setelah pendisiplinan sikap pimpinan haruslah wajar kembali. Tidak dibenarkan apabila setelah melakukan pendisiplinan pimpinan tetap bersikap membenci bawahan yang telah melakukan kesalahan. Rasa membenci hanya akan menimbulkan perlakuan yang tidak adil.




F.      APLIKASI MANAJEMEN KONFLIK
           Salah satu contoh organisasi yang dapat mengelola konflik dengan baik adalah UKM Pramuka UGM. Unit kegiatan Mahasiswa yang hampir mencapai usia ke-26 tahun ini ternyata memiliki mekanisme unik dalam merespon konflik yang ada di tubuhnya. Baik konflik internal anggota, anggota-pimpinan, maupun antar pimpinan itu sendiri.
             Dalam mengambil beberapa kputusan, acapkali sebuah organisasi kesulitan dalam mengakomodir segenap kepentingan anggota di dalamnya. Tidak terkecuali di tubuh UKM Pramuka UGM sendiri. Ketika pimpinan dipegang oleh sebuah kepengurusan baru, maka ada beberapa prosedur dan mekanisme wajib yang harus dijalankan. Sesuai dengan prinsip dasar dan metode kepramukaan, maka setiap keputusan yang diambil harus melalui jalan musyawarah untuk mufakat.
            Di UKM Pramuka UGM dikenal istilah musyawarah kerja yang merupakan forum tertinggi untuk menentukan program kerja apa saja yang akan dijalankan oleh mereka. Namun sebelum masuk forum tersebut, rancangan program kerja harus dibahas pada forum yang lebh kecil di Pimpinan Dewan Racana (Pengurus Operasional) dan di Dewan Racana (Pengelola secara umum yang telah Pandega). Konflik yang kerap muncul adalah konflik interpersonal dan kepentingan golongan. Hal ini sangat wajar mengingat Pramuka merupakan organisasi yang berlandaskan prinsip kekeluargaan.
           Selain pada rapat-rapat formal, konflik juga sering muncul pada kehidupan sehari-hari di Sanggar Bakti (semacam secretariat di Gelanggang Mahasiswa UGM). Interaksi yang terjadi hari sangat memungkinkan terjadinya konflik antar anggota. Baik yang sifatnya laten maupun terbuka. Konflik-konflik tersebut kerap mewarnai perjalanan dan kehidupan di Sanggar. Sehingga dinamika yang timbul karenanya seringkali menyulitkan sekaligus menjadi sebuah tantangan bagi pimpinan dalam mengntisipasinya.
          Dalam menyikapi konflik yang terjadi di internal anggota, personil yang secara fungsional bertanggung jawab adalah pemangku adat. Peran yang biasanya dipegang oleh anggota yang paling tua di antara pimpinan lainnya ini adalah sebagai seseorang yang memediasi konflik yang terjadi. Namun, selain secara personal, terdapat beberapa badan yang dijadikan alat untuk menyelesaikan konflik jika konflik yang dirasa tidak dapat dilaksanakan oleh pemangku adat secara personal. Badan tersebut adalah pendamping dan Dewan Kehormatan.
            Pendamping merupakan seorang kakak (sudah pandega) yang bertugas mendampingi adiknya (calon pandega) untuk menempuh SKU Pand Pendamping, Pemangku Adat, dan Dewan Kehormatan adalah beberapa alat yang digunakan untk melakukan proses komunikasi antar anggota di UKM Pramuka UGM. (GBHKR Jangka Pendek 2006-2007 Gerakan Pramuka Racana Gadjah Mada dan Racana Tri bhuwanatungga dewi).
             Sebagai seorang pendamping, ia bertanggung jawab atas perilaku dan watak adik dampingannya itu. Begitu pula dengan konflik yang mungkin muncul dari hubungan tesebut. Dalam hal ini pendamping berfungsi laiknya orang tua yang mengawasi dan memantau perkembangan



























BAB III
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
            Manajemen Konflik adalah suatu cara atau  proses mengambil langkah-langkah oleh para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil yang positif dengan melakukan pendekatan, komunikasi dan evaluasi untuk mendapatkan penyempurnaan untuk mendukung tujuan yang telah ditetapkan.
             Dalam Manajemen konflik ada 2 aspek yang bisa muncul yaitu aspek positif dan aspek negatif. Konflik bisa di sebabkna oleh beberapa hal yang mengakibatkan ke dua aspek (posif/negatif) tersebut bisa terjadi, diantaranya :
1.      Batasan pekerjaan yang tidak jelas
2.      Hambatan komunikasi
3.      Tekanan waktu
4.      Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
5.      Pertikaian antar pribadi
6.      Perbedaan status
7.      Harapan yang tidak terwujud

Agar konflik tidak jadi berlarut-larut maka konflik dapat dicegah atau dikelola dengan :
1.      Disiplin
2.      Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
3.      Komunikasi
4.      Mendengarkan secara aktif

Dalam mengelola konflik tidak bisa begitu saja tapi di perlukan teknik atau keahlian untuk mengelola konflik seperti pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :
1.      Konflik itu sendiri
2.      Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
3.      Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
4.      Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
5.      Ketersediaan waktu dan tenaga
Dalam menyelesaikan konflik kita membutuhkan beberapa metode. Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah :
1.      Mengurangi konflik;
2.      Menyelesaikan konflik

Langkah-langkah manajemen untuk menangani konflik diataranya:
1.      Menerima dan mendefinisikan pokok masalah yang menimbulkan ketidak puasan.
2.      Mengumpulkan keterangan/fakta
3.      Menganalisis dan memutuskan
4.      alternatif pemecahan.
5.      Memberikan jawaban
6.      Tindak lanjut
7.      Pendisiplinan

Dalam pengaplikasiannya konflik bisa terjadi dimana saja baik secara individu maupun kelompok/organisasi pada kehidupan sehari-hari. Contohnya konflik sering muncul pada organisasi/kelompok adalah saat presentasi, rapat formal dll. Sedangkan pada individu contonya adanya pertetangan antara hati, ego dan kebutuhan.



















DAFTAR PUSTAKA

Handoko, T. Hani. 1999. Manajemen. BPFE – Yogyakarta
Stoner, James A.F. 1996. Manajemen (Terjemahan). Penerbit Erlangga – Jakarta
Griffin. 2003. Pengantar Manajemen. Penerbit Erlangga – Jakarta
Dr. H.B. Siswanto, M.Si. 2011. Pengantar Manajemen. Penerbit Bumi Aksara - Jakarta
Mardianto, A. dkk. 2000. Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari Status  Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan Pencinta Alam Di Universitas Gajah Mada. Jurnal Psikologi, No. 2
Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan). Bandung. Penerbit: CV. Mandarmaju.